GELASI
DAN PRESIPITASI PROTEIN
Ispi
Zuldah, A1M012024
ABSTRAK
Protein merupakan zat yang sangat
penting bagi tubuh yang terdiri atas struktur primer, sekunder, tersier dan
kwartener. Protein mengalami gelasi dengan cara memerangkap air ataupun molekul
berbobot molekul rendah yang sebelumnya diawali dengan pembentukan ikatan
silang tiga dimensi akibat denaturasi parsial. Faktor yang mempengaruhi
peristiwa gelasi ini yaitu panas, enzim maupun kation divalen. Alat yang digunakan
dalam praktikum yaitu erlenmeyer 100 ml 3 buah, waterbath, stopwatch, pengaduk,
termometer, pipet tetes, neraca, pH meter. 3 erlenmeyer yang berisi susu sapi
dipanaskan agar terdenaturasi dengan suhu 70-75°C kemudian masing-masing
ditambahkan CaCl2 , asam asetat glasial 10% dan enzim protease
komersial. Ketiga jenis penggumpal ini mempunyai kemampuan untuk mengendapkan
protein susu, namun dalam praktikum CaCl2 menghasilkan endapan
paling banyak dibandingkan dengan asam asetat. Sedangkan enzim protease komersial yang digunakan yaitu jenis papain yang kurang
bereaksi dengan kasein sehingga tidak terdapat endapan. Semakin banyak jumlah
endapan maka tingkat kekeruhan akan semakin rendah atau jernih.
Kata kunci : Protein, denaturasi,
gelasi, kasein, protease, CaCl2, asam astetat glasial, endapan.
PENDAHULUAN
Protein
merupakan makromolekul yang sangat penting baik peranannya dalam sistem
biologis, kontribusinya sebagai sumber nutrisi, maupun dalam mempengaruhi
kualitas pangan. Dalam proses pengolahan pangan, protein dapat berperan dalam
mempengaruhi karakteristik produk pangan, misalnya mengentalkan, membentuk gel,
menstabilkan emulsi, membentuk buih, membentuk flavor, dan sebagainya.
(Kusnandar, 2010)
Pada susu,
protein terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu kasein yang dapat diendapkan
oleh asam dan enzim renin dan protein whey yang dapat mengalami denaturasi oleh
panas pada suhu ± 65ÂșC. (Buckle, 1985). Protein digunakan sebagai
pembentuk gel atau menunjang proses gelasi (gelation). Protein kasein mudah
mengalami gelasi pada kondisi pH 4,6 atau dikombinasikan dengan penambahan
enzim proteolitik, misalnya renin. Protein whey juga dapat membentuk gel dengan
kondisi pH sekitar netral (6,5-8) dan disertai proses pemanasan (> 60ÂșC),
serta bila perlu dengan penambahan garam, baik bervalensi satu atau dua.
Berdasarkan sifat ini kasein dapat digunakan untuk pembuatan keju, sedangkan
protein whey untuk ingridien produk sosis, keju analog, puding, cake dan
confectionary( Legowo, 2010)
Gelasi merupakan
proses pembentukan gel. Protein dapat membentuk gel dengan adanya asam,
aktivitas enzim, pemanasan dan penyimpanan. Gel tersebut merupakan jaringan
protein, yang terbentuk dari interaksi antar protein Dapat juga terjadi suatu struktur yang
intermediate atau antara keruh dan bening. Denaturasi protein dapat terjadi
secara parsial ditunjukkan dengan larutan yang agak keruh dan terjadi secara
keseluruhan ditunjukkan pada larutan keruh. (Itoh,2009)
Mekanisme gelasi
atau penggumpalan protein dapat melalui 2 cara. Pertama, akibat denaturasi
protein, konformasi molekul protein berubah, baik karena pemanasan atau
kimiawi. Kedua, tahap penggumpalan karena peristiwa denaturasi protein
merupakan syarat mutlak, dimana penggumpalan akan membuka kesempatan molekul
protein saling berinteraksi satu dengan lainnya, sehingga peristiwa gelasi atau
terbentuknya gel terjadi. (Widjanarko,2008)
Gel terbentuk
dari polimer atau rantai-rantai protein yang berikatan silang (membentuk
cross-link) melalui ikatan-ikatan kimia baik kovalen maupun nonkovalen yang
selanjutnya membentuk “network” yang mampu memerangkap air dan juga senyawa
senyawa dengan bobot molekul rendah. Produk pangan yang bebbasis gelasi protein
diantaranya keju, tofu(tahu), dan cakes.
Gel terbentuk
ketika sebagian protein unfolded
membentuk segmen polipeptida uncoiled
yang berinteraksi pada titik tertentu membnetuk jaringan tiga dimensi. Formasi
gel merupakan hasil dari ikatan hidrogen, interaksi ion dan hidrofobik, ikatan
Van der Waals, ikatan kovalen disulfide, serta kekuatan gel hubungannya dengan
ukuran dan bentuk polipeptida dalam matriks gel. (Kusnandar, 2010)
Denaturasi dapat
diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier,
dan kwartener terhadap molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan
kovalen. Oleh sebab itu, denturasi dapat pula diartikan sebagi suatu proses
terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya
lipatan molekul. Pemekaran atau pengembangan molekul protein yang terdenaturasi
aka membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya kan
terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan.
Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi
terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein tersebut akan mengalami
koagulasi. Apabila ikatan-ikatan antara gugus-gugus reaktif protein tersebut
menahan selruh cairan, maka akan terbentuklah gel. Sedangkan bila cairan
terpisah dari protein yang terkoagulasi itu, maka protein akan mengendap. (Junianto,2010)
METODE
PRAKTIKUM
ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah Erlenmeyer 100 ml,
pengaduk, timbangan, stopwatch, waterbath, pipet, pH meter. Dan bahan yang
digunakannya seperti Susu sapi (fresh milk), CaCl2, asam asetat
glasial 10 %, Protease komersial.
PROSEDUR
Pada praktikum gelasi
dan presipitasi protein ini bahan yang diguakan adalah protein pada susu sapi
segar. Adapun bahan yang di uji pada praktikum kali ini yaitu, CaCl2, asam asetat glasial 10 %, Protease komersial.
Pertama-tama masukkan 50 ml susu sapi ke dalam 3 buah erlenmayer
yang berbeda, lalu panaskan dalam waterbath sampai suhu 70-750C
dipertahankan selama 3 menit. Dalam kondisi panas, 500 mg CaCl2 dimasukkan dalam Erlenmeyer
1 dan didiamkan selam 10-15 menit. Lalu Erlenmeyer 2 dalam kondisi panas, susu
ditambahkan asam asetat glasial 10 % tetes demi tetes sambil diaduk sampai
terbentuk endapan ( pH 4,6-4,7) didiamkan selama 10-15 menit. Lalu pada
Erlenmeyer 3 dalam kondisi panas, susu ditambahkan enzim protease komersial
yang telah ditimbang sebanyak 500 mg sambil diaduk kemudian didiamkan selama
10-15 menit. Selanjutnya bandingkan secara kualitatif
jumlah endapan yang terbentuk dan bandingkan juga tingkat kekeruhan dari
endapan / gel secara kualitatif.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
No.
|
Perlakuan
|
Kekeruhan
|
Jumlah
Endapan
|
1.
|
CaCl2
|
+
|
+++++
|
2.
|
Asam
asetat glasial 10%
|
+++
|
+++
|
3.
|
Protease
komersial
|
+++++
|
+
|
Keterangan :
semakin
banyak ( + ) maka semakin keruh
semaikin
banyak ( + ) maka semakin banyak endapan
Pembahasan
Dalam
praktikum kali ini gelasi protein dilakukan terhadap susu sapi segar. Pembentukan
gel didahului dengan proses pemanasan pada waterbath selama 3 menit, hingga
suhu dari susu mencapai 70-75ÂșC. Ketika susu dipanaskan maka akan terjadi
denaturasi parsial terhadap protein. Dengan bantuan pemanasan, protein dapat
membentuk matriks gel dengan menyeimbangkan interaksi antara protein-protein
dan protein-pelarut. Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk antara
lain primer, sekunder, tersier dan juga kwartener. Protein dipanaskan agar
molekulnya terbuka sehingga mudah terjadi pembentukan gel. Pembentukan gel atau
penggumpalan merupakan salah satu sifat
susu yang paling khas. Penggumpalan dapat disebabkan oleh
kegiatan enzim atau penambahan asam. (Kusnandar, 2010).
Pada kondisi normal
sebelum proses pemanasan serta penambahan bahan lain, protein susu tercampur
rata. Namun , setelah diberi perlakuan maka protein pada susu yang larut
menjadi tak larut dan mengendap. Sehingga terjadi gelasi atau pembentukan gel
dan pengendapan protein atau presipitasi. Protein susu yang dapat mengendap
adalah kasein.
Protein yang
terdenaturasi berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein bagian dalam yang
bersifat hidrofobik berbalik keluar, sedangkan bagian luar yang bersifat
hidrofil terlipat ke dalam. Pelipatan ini terjadi khususnya bila larutan
protein telah mendekati pH isoelektrik dan akhirnya protein akan menggumpal dan
mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang dan menjadi
asimetrik, demikian juga sudut putaran optik larutan protein akan meningkat.
Enzim-enzim yang gugus protestiknya terdiri dari protein akan kehilangan
aktivitasnya sehingga tidak berfungsi lagi sebagai enzim yag aktif. Senyawa
kimia seperti urea dan garam guanidina dapat memecah ikatan hidrogen yang
akhirnya menyebabkan denaturasi protein. Dengan cara tersebut, urea dan garam
guanidina dapat memecah interaksi hidrofobik dan meningkatkan daya kelarutan
gugus hidrofobik dalam air (Winarno , 1982).
Susu sebanyak 50ml pada masing-masing erlenmeyer 100ml yang telah dipanaskan ditambahkan 3 bahan
berbeda yaitu CaCl2, asam asetat glasial,
dan protease komersial.
Pada erlenmeyer 1, ditambah
500 mg CaCl2, diaduk lalu didiamkan 10-15 menit kemudian ditambahkan
CaCl2. Endapan yang terbentuk sangat banyak karena CaCl2 bersifat
garam yang mampu menggumpalkan protein sehingga protein mengendap.
Pada erlenmeyer 2, susu
yang sudah dipanaskan ditambah dengan asam asetat glasial 10% tetes demi tetes
sambil diaduk sampai pHnya 4,6-4,7 (terbentuk endapan), lalu didiamkan 10-15
menit. Pada susu yang ditambah asam asetat glasial 10% endapan yang terbentuk
banyak. Pembentukan gel dengan menggunakan asam dikendalikan oleh pH. Partikel
kasein berada pada titik isoelektris pH
4,6. Pada pH tersebut afinitas partikel terhadap air menurun, dan oleh
karenanya akan terbentuklah gel. Jika ditambahkan asam ke dalam susu, kalsium
dalam fosfor makin lama makin terhilangkan, sampai pada titik isoelektrik pH
4,6, kasein sama sekali tidak megandung garam. Partikel-partikel kasein dalam
susu dapat dipisahkan dengan penambahan asam. Dengan adanya penambahan asam ini
maka akan terjadi pengendapan disertai melarutnya garam-garam kalsium dan
fosfor yang semula terikat pada protein secara berangsur-angsur. Tingkat
kekeruhan susu akibat penambahan asam ini rendah dibandingkan dengan penambahan
enzim protease. Hal ini bisa disebabkan karena proteinnya sudah terpisahkan
pada bagian dasar segingga yang tersisa adalah whey. Kira-kira 0,5-0,7% dari
bahan larut yang dapat tertinggal dalam whey yaitu protein-protein laktalbumin
dan laktoglobulin.
Sedangkan pada
erlenmeyer 3, susu yang telah dipanaskan dicampur dengan 500 mg enzim protease
komersial, diaduk lalu didiamkan 10-15 menit. Pada susu yang ditambah enzim
protease komersial ini endapan sama sekali tidak terbentuk. Dalam praktikum
kali ini protease yang digunakan yaitu protease komersial jenis papain. Namun
dapat dilihat bahwa susu tersebut mengalami perubahan yaitu menjadi keruh
dengan tingkat kekeruhan paling tiggi dibandingkan dengan penambahan CaCl2
dan asam asetat glasial. Papain stabil terhadap suhu tinggi pada pH mendekati
netral. Papain mempunyai pH optimim yang berbeda-beda untuk tiap substratnya.
Untuk substrat kasein, pH optimumnya yaitu pada pH 6,5. Hidrolisis kasein
secara khusus dan terbatas dengan enzim proteolitik menghasilkan sejumlah
polipeptida besar yang tidak dapat dihirolisis lebih lanjut. Tidak terbentuknya
endapan protein yang ditambahkan papain dikarenakan papain akan lebih berfungsi
apabila protein yang disintesis yaitu protein pada kedelai. Selain itu, pada
susu yang ditambah enzim protease komersial malah jadi cair, hal ini
dikarenakan enzim protease komersial bisa meningkatkan kelarutan protein. Pada
dasarnya enzim dapat mengendapkan protein, tetapi tergantung jenis enzimnya.
Enzim protease berfungsi melakukan lisis pada protein sehingga protein menjadi
semakin larut. Sehingga pada susu yang ditambah enzim protease komersial tidak
terbentuk endapan. Jenis Enzim yang dapat menurunkan kelarutan protein atau
membentuk endapan yaitu renin yang terdapat pada lambung atau yang biasa untuk
membuat keju.
Endapan pada susu yang
telah ditambahkan tiga bahan tersebut menunjukkan adanya pembentukan gel. Dari
ketiga bahan yang ditambahkan, susu yang ditambah CaCl2 menghasilkan
endapan yang paling banyak. Sedangkan pada susu yang ditambah asam asetat
glasial endapan terbentuk banyak tetapi tidak sebanyak pada susu yang ditambah
CaCl2 . Pada susu yang ditambah enzim protease justru tidak
terbentuk endapan sama sekali.
Menurut teori, tingkat
kekeruhan berbanding terbalik dengan banyaknya jumlah endapan. Semakin banyak
jumlah endapan, maka tingkat kekeruhan semakin rendah (Buana,2008). Hal ini
dikarenakan kasein dan komponen lain dalam susu sudah menggumpal menjadi
endapan, sehingga yang tersisa di bagian bawah hanyalah air dan sedikit
komponen yang lain. Pada susu yang ditambah asam asetat glasial tingkat
kekeruhan susu agak keruh. Sedangkan pada susu yang ditambah enzim protease
tingkat kekeruhan susu sangat keruh. Hal ini sesuai dengan teori yaitu susu
yang ditambah asam asetat glasial menghasilkan endapan yang banyak dan tingkat
kekeruhan agak keruh sedangkan pada susu yang ditambah enzim protease tidak
menghasilkan endapan tetapi tingkat kekeruhannya sangatlah keruh.
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan
dan pembahasan diperoleh keimpulan yaitu
pertama, proses
pemanasan susu dilakukan agar terjadi denaturasi parsial sehingga molekul
protein akan membuka dan memudahkan terbentuknya ikatan silang tiga dimensi
antar molekul. Kedua, pada susu yang ditambahkan CaCl2,
endapan yang terbentuk paling banyak dengan tingkat kekeruhan rendah karena
bersifat garam yang mampu menggumpalkan protein sehingga mengendap. Ketiga, pada
susu yang ditambahkan asam asetat glasial, endapan yang terbentuk agak banyak
dibandingkan penambahan CaCl2 dan tingkat kekeruhan agak keruh. Hal ini
membuktikan bahwa endapan dapat dipengaruhi oleh pH, yaitu pH isoelektrik
sebesar 4,6. Keempat, pada susu yang ditambahkan protease komersial sama sekali
tidak ada endapan dan tingkat kekeruhannya sangat keruh. Hal ini disebabkan
karena enzim protease komersial yakni papain tidak mampu bereaksi dengan
protein pada susu melainkan dapat bereaksi dengan protein pada kedelai. Dan
terakhir, dari hasil
pengamatan menunjukkan bahwa jumlah endapan yang terbentuk berbanding terbalik
dengan tingkat kekeruhan susu. Semakin banyak jumlah endapan maka tingkat
kekeruhannya semakin kecil (semakin jernih).
DAFTAR
PUSTAKA
Buckle,
K.A. dkk. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo Adiono. Jakarta
: UI-Press.
Itoh. 2009. Interaksi komponen bahan pangan. http://itohub.blogspot.com/2009/10/interaksi-komponen-bahan-pangan-1.html diakses pada 26
Desember 2013
Junianto, Dwi.
2010. Praktikum Kimia Pangan. http://dwijazz.wordpress.com/2010/04/28/praktikum-kimia-pangan/ diakses pada 24
Desember 2013
Kusnandar,
Feri. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta:Dian Rakyat.
Legowo, Anang M.
2010. Protein Susu sebagai Ingridien
Pangan.
Widjanarko,
Simon. 2008. Mekanisme gelasi. http://simonbwidjanarko.wordpress.com/tag/mekanisme-gelasi/ diakses pada 22
Desember 2013
Winarno,
F.G. 1986. Enzim Pangan. Jakarta :
PT. Gramedia.
Winarno,
F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta : Gramedia.
0 comments: