TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM TENTANG
GENG MOTOR
A. Pendahuluan
Makassar merupakan salah satu dari lima kota terbesar
di Indonesia. Dalam perkembangannya Makassar mengalami perkembangan yang sangat
pesat dalam bidang ekonomi, infrastruktur dan lain sebagainya. Sebagai dampak
dari perkembangan tersebut Makassar menghadapi masalah sosial kemasyarakatan
yang tidak sedikit pula, dan sebagian besar dari masalah tersebut sebenarnya
melanggar dari norma sosial dan hukum positif yang berlaku. Geng motor adalah
salah satu masalah baru yang timbul dari efek perkembangan kota Makassar.
Perilaku dari geng motor yang anggotanya sebagian besar adalah remaja tersebut
sudah meresahkan masyarakat.
Geng motor yang berkembang pesat di masyarakat Kota
Makassar ini sering kali melakukan pelanggaran tindak pidana, diantaranya:
malanggar peraturan lalu lintas, miras, penyalahgunaan obat terlarang,
penganiyaan, perkelahian antar kelompok, bahkan sampai perampokan. Hal ini
meresahkan masyarakat Kota Makassar, terlebih bagi orang yang ingin keluar di
malam hari.
Geng motor memang termasuk Juvenile Delinquency atau
lebih sering disebut kenakalan remaja. Hal ini sangat memperihatinkan masa
depan bangsa dan Negara ini terletak pada kaum muda seperti mereka dan sebagian
dari mereka terjebak atau dapat dikatakan ikut dalam kegiatan geng motor yang
tidak produktif dan cenderung destruktif ini.
Makalah ini disusun untuk melihat bagaimana perilaku
remaja yang terlibat dari geng motor ditinjau dari persepektif sosiologi hukum.
Dimulai dengan terori sosiologi hukum tentang perilaku menyimpang, apa itu geng
motor? Faktor-faktor apa saja yang mempengruhi sehingga geng motor berkembang pesat di masyrakat Kota Makassar,
serta solusi apa yang dapat diberikan tentang permasalahan geng motor ini.
B. Tinjauan Pustaka
1. Moral
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak
dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, moral
diartikan sebagai susila. Moral adalah hal-hal yang sesuai dengan ide-ide yang
umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau
orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif.
Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya
dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya.
Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara
ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu
tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
Moral adalah
nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian
terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia.
apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama.
2. Perilaku Menyimpang.
Perilaku menyimpang adalah perilaku dari para warga
masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan atau norma
sosial yang berlaku. Secara umum, yang digolongkan sebagai perilaku menyimpang,
antara lain tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan
nilai atau norma yang ada. tindakan yang anti sosial atau asosial, yaitu
tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum, dan
tindakan-tindakan kriminal, yaitu tindakan yang nyata-nyata telah melanggar
aturan-aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain.
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku,
perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan
dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat. Perilaku menyimpang
didefinisikan secara berbeda berdasarkan empat sudut pandang.
Petama, secarastatiskal, yaitu segala perilaku yang
bertolak dari suatu tindakan yang bukan rata-rata atau perilaku yang jarang dan
tidak sering dilakukan.
Kedua, secara absolute atau mutlak. Definisi perilaku
menyimpang yang berasal dari kaum absolutis ini berangkat dari aturan-aturan
sosial yang dianggap sebagai sesuatu yang mutlak atau jelas dan nyata, sudah
ada sejak dulu, serta berlaku tanpa terkecuali, untuk semua warga masyarakat.
Ketiga, secara reaktif, yaitu perilaku yang dicapkan
kepadanya atau orang lain telah memberi cap kepadanya. Dan keempat, secara
normatif, yaitu penyimpangan adalah suatu pelanggaran dari suatu norma sosial.
Ada dua
perspektif yang bisa digunakan untuk memahami sebab-sebab dan latar belakang
seseorang atau kelompok berperilaku menyimpang, yaitu perspektif
individualistik dan yang kedua adalah teori – teori sosiologi. Berikut ini
beberapa definisi dari perilaku menyimpang yang dijelaskan oleh beberapa ahli
sosiologi :
·
James Worker Van der
Zaden. Penyimpangan sosial adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang
dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
·
Robert Muhamad Zaenal
Lawang. Penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan menimbulkan usaha dari yang
berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang tersebut.
·
Paul Band Horton.
Penyimpangan sosial adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran
terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.
Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai
masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang
melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku
menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan
konformitas. Konformitas adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya seseorang
berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.
3. Pendapat ahli tentang Kenakalan Remaja Atau Juvenile
Delinquency
Kartini Kartono menyatakan bahwa; Geng delinquen
banyak tumbuh dan berkembang di kota-kota besar dan bertanggung jawab atas
banyaknya kejahatan dalam bentuk: pencurian, perusakan milik orang lain, dengan
sengaja melanggar dan menentang otoritas orang dewasa serta moralitas yang
konvensional, melakukan tindak kekerasan, meneror lingkungan dan lain-lain.
Wagiati Soetedjo mengemukanan pendapat mengenai
kenakalan anak bahwa: hal tersebut cenderung dikatakan sebagai kenakalan anak
dari pada kejahatan anak terlalu ekstrim rasanya seorang anak yang melakukan
tindak pidana dikatakan sebagai penjahat, sementara kejadiannya adalah prose
salami yang tidak setiap manusia harus mengalami kegoncangan masa menjelang
kedewasaannya.
Sofyan S. Willis, “kenakalan remaja itu adalah
disebabkan kegagalan mereka dalam memperoleh penghargaan dari masyarakat di
mana anak dan remaja itu tinggal. Penghargaan yang diharapkan remaja itu ialah
dalam bentuk tugas dan tanggung jawab seperti orang dewasa. Mereka menuntut
suatu peranan sebagaimana yang dilakukan orang dewasa.
Fuad Hassan, “secara sosiologis kenakalan remaja ialah
kelakuan atau perbuatan anti social dan anti normative”.
Kusumanto: “juvenile Deliquency” atau kenakalan remaja
ialah tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat
umum yang dianggap sebagai akseptabel dan baik oleh suatu lingkungan atau hukum
yang berlaku di suatu masyarakat yang berkebudayaan,”
Paul Moedikno memberikan perumusan mengenai Juvenile
Delinquency, yaitu sebagai berikut:
·
Semua perbuatan yang
dari orang-orang dewasa merupakan suatu kejahatan, bagi anak-anak merupakan
delinquency,. Jadi semua tindakan yang dilarang oleh hukum pidana, seperti
mencuri, menganiaya, membunuh dan sebagainya.
·
Semua perbuatan
penyelewengan dari norma kelompok tertentu yang menimbulkan keonaran dalam
masyarakat, misalnya memakai celana jangkis tidak sopan, mode you can see dan
sebagainya.
·
Semua perbutan yang
menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi social, termasuk gelandangan, pengemis
dan lain-lain
Maud A. Merril, merumuskan Juvenile Delinquency
sebagai berikut: “ A child is classified as a delinquent when social tendencies
appear to be so grave thet has become or ought tobecome the subject of official
action”. Bahwa seorang anak digolongkan anak Delinquency apabila tampak adanya
kecenderungan-kecenderungan anti sosial yang demikian memuncaknya sehingga yang
berwajib terpaksa atau hendaknya mengambil tindakan terhadapnya, dalam arti
menahannya atau mengasingkannya.
Andie Mappiare, mengemukakan pengertian sebagai
berikut: yang disebut kenakalan remaja atau Jevenile delinquency yaitu
pembagain karena tidak tahu terhadap peraturan yang ada, menimbulkan
pelanggaran-pelanggaran tersebut. Keadaan agresif yang mengalami tingkah laku
bermasalah.
M. Gold dan J. Petronio memberikan definisi tentang
penyimpangan perilaku remaja dalam arti kenakalan anak (Juvenile Delinquency)
yaitu sebagai berikut, kenakalan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum
dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri
bahwa perbuatannya itu diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.
Kesimpulan Yesmil Anwar dan Adang, dari beberapa
definisi kenakalan remaja diatas dalam bukunya yang bejudul Kriminologi adalah
tindak perbuatan para remaja yang bertentangan dengan hukum, agama dan
norma-norma mesyarakat sehingga akibatnya dapat merugikan orang lain, mengganggu
ketentraman umum dan juga merusak dirinya sendiri.
Beliau juga membagi kenakalan remaja menjadi empat
jenis :
·
Kenakalan yang
menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, pembunuhan,
dan lain-lain.
·
Kenakalan yang
menimbulkan korban materi : perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan dan
lain-lain.
·
Kenakalan sosial yang
tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat
·
Kenakalan yang
melawan status, misalnya mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari
rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya.
4. Teori Perilaku Menyimpang
a) Teori Differencial Association (Edwin H. Sutherland)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku menyimpang merupakan perilaku yang di
sebabkan karena hubungan diferensiasi.
b) Teori Labelling (Edwin M.Lemert) Teori ini menyatakan
bahwa perilaku menyimpang merupakan perilaku yang menyimpang karena pemberian
penjulukan .Teori ini menggambarkan bagaimana suatu perilaku menyimpang
seringkali menimbulkan serangkaian peristiwa yang justru mempertegas dan
meningkatkan tindakan penyimpangan.
Teori labelling merupakan teori untuk mengukur mengapa
terjadinya kejahatan, metode yang digunakan dalam teori ini adalah “self
refort” atau melakukan interview terhadap pelaku kejahatan yang tidak
tertangkat/tidak diketahui oleh polisi. Pembahasan labelling, terfokuskan pada
dua tema, pertama; menjelaskan mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu
diberi label, kedua; pengaruh atau efek dari label tersebut, sebagai suatu
konsekuensi dari perbuatan yang telah dilakukannya.
Frank tannembaum
(1938) kejahatan tidaklah sepenuhnya merupakan hasil dari kekurangmampuan
seseorang untuk menyesuaikan dirinya dengan kelompok, akan tetapi dalam
kenyataannya, ia telah dipaksa untuk menyesuaikan dirinya dengan kelompoknya.
Dengan demikian, menurut Tannembaum, kejahatan merupakan hasil konflik antara
kelompok dengan masyarakat yang kebih luas, dimana terdapat dua definisi yang
bertentangan tentang tingkah laku yang layak. Dua macam pendekatan labelling:
·
Persoalan tentang
bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label?
Persoalan labelling
ini, memperlakukan labelling sebagai dependent variabel atau variabel yang
tidak bebas dan keberadaannya memerlukan penjelasan. Labelling dalam arti ini
adalah labelling sebagai akibat dari reaksi masyarakat.
·
Efek labelling terhadap
penyimpangan tingkah laku berikutnya.
Persoalan ini
memperlakukan labelling sebagai variabel yang independent atau variabel
bebas/mempengaruhi. Dua proses mempengaruhi seseorang tersebut adalah, pertama;
diberikan oleh pengamat yang kemudian seterusnya cap/label itu melekat pada
diri orang itu, kedua; label atau cap tersebut sudah diadopsi oleh seseorang
dan membawa pengaruh pada dirinya sehingga ia mengakui dengan sendirinya
sebagaimana cap/label itu diberikan padanya oleh si pengamat
c) Teori Merton. Merton mengindefikasikan lima tipe cara
adaptasi individu terhadap situasi tertentu, empat diantara perilaku dalam
menghadapi situasi tersebut merupakan perilaku menyimpang .
·
Konformitas,merupakan
cara yang paling banyak dilakukan
·
Inovasi,merupakan
cara dimana perilaku mengikuti tujuan yang di tentukan masyarakat tetapi
memakai cara yang dilarang oleh masyarakat.
·
Ritualisme ,merupakan
perilaku seseorang yang telah meninggalkan tujuan budaya namun masih tetap
berpegang pada cara-cara yang telah digariskan masyarakat.
·
Retreatism,merupakan
bentuk adaptasi berikut . Dalam bentuk adaptasi ini perilaku seseorang tidak
mengikuti tujuan budaya dan tidak mengikuti cara untuk meraih tujuan budaya . Pola
adaptasi ini dapat di jumpai pada orang yang menderita gangguan
jiwa,gelandangan,pemabuk,pecandu obat bius.
·
Rebellion
(pemberontak ),merupakan bentuk adaptasi terakhir.Dalam pola adaptasi ini orang
tidak lagi mengakui struktur sosial yang ada dan berupaya menciptakan suatu
struktur social yang lain.
d) Teori Fungsi dari Durkheim. Durkheim berpandangan
bahwa kejahatan perlu bagi masyarakat karena dengan adanya kejahatan maka
moralitas dan hukum dapat berkembang secara normal.
e) Teori konflik dari Karl Marx Menurut pandangan ini apa
yang merupakan perilaku menyimpang di definisikan oleh kelompok-kelompok
berkuasa dalam masyarakat untuk melindungi kepentingan mereka sendiri.Hukum
merupakan pencerminan kepentingan kelas yang berkuasa dan bahwa sistem
peradilan pidana mencerminkan nilai dan kepentingan mereka. Ada dua macam
konflik dalam teori ini ,yaitu :
·
Teori konflik budaya
Ini terjadi bilamana dalam suatu masyarakat terdapat sejumlah kebudayaan khusus
hal tersebut mengurangi kemungkinan timbulnya kesepakatan nilai.
·
Teori konflik kelas
social Mereka memandang kesepakatan nilai sebagai mitos yang diciptakan secara
halus oleh mereka yang berkuasa demi kepentingan mereka sendiri karena hal
tersebut akan memuat nilai mereka seolah-olah merupakan nilai semua orang
.mereka yang menentang hak-hak istimewa kelas dianggap penjahat .
f) Teori Kontrol Sosial
Perspektif kontrol adalah perspektif yang terbatas
untuk penjelasan delikuensu dan kejahatan. Teori ini meletakkan penyebab kejahatan
pada lemahnya ikatan individu atau ikatan sosial dengan masyarakat, atau
macetnya integrasi sosial.
Teori kontrol sosial
menunjuk pada pembahasan delikuensi dan kejahatan dikaitkan dengan
variabel-variabel yang bersifat sosiologis: antara lain struktur keluarga,
pendidikan, kelompok dominan. Dengan demikian pendemikian pendekatna teori
kontrol-sosial ini berbeda dengan teori kontrol lainnya.
Durkheim (1895), “ A
society will always have a certain number of deviance and that devience is
really a normal phenomenon”
Reiss membedakan dua
macam kontrol, yaitu Personal Control (internal control) adalah kemampuan
seseorang untuk menahan diri untuk tidak mencapai kebutuhannya dengan cara
melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Social control atau
kontrol eksternal adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-lembaga di
masyarakat untuk melaksanakan norma-norma atau peraturan menjadi efektif.
Walter Reckless
(1961) dengan bantuan Simon Dinitz, mengemikakan teori containment theory.
Teori ini menjelaskan bahwa kenakalan remaja merupakan hasil akibat dari
irrelasi antara dua bentuk kontrol, yaitu kontrol eksternal atau social control
dan kontrol internal atau internal control.
Hirschi, kemudian
menjelaskan bahwa social bonds meliputi empat unsur, yaitu sebagai berikut:
·
attachment,
keterikatan seseorang pada orang lain (orangtua) atau lembaga (sekolah) dapat
mencegah atau menghambat yang bersangkutan melakukan kejahatan.
·
involvement,
frekuensi kegiatan seseorang akan memperkicil kecenderungan yang bersangkutan
untuk terlibat dalam kejahatan.
·
Commitment, investasi
seseorang dalam masyarakat, antara lain dalam bentuk: pendidikan, reputasi yang
baik, kemajuan dalam bidang wiraswasta,
·
Belief, unsur yang
mewujudkan pengakuan seseorang akan norma-norma yang baik dan adil dalam
masyarakat.
g) Teori Anomie, Teori ini diperkenalkan oleh Emile
Durkheim untuk menggambarkan keadaan yang kacau, tanpa peraturan. Kata ini
berasal dari bahasa Yunani ‘a’: ‘ tanpa’, dan ‘nomos’: ‘hukum’ atau
‘peraturan’.
Teori anomi
menempatkan ketidakseimbangan nilai dan norma dalam masyarakat sebagai penyebab
penyimpangan, dimana tujuan-tujuan budaya lebih ditekankan dari pada cara-cara
yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan budaya itu. Individu dan kelompok
dalam masyarakat seperti itu harus menyesuaikan diri dan beberapa bentuk
penyesuaian diri itu bisa jadi sebuah penyimpangan. Sebagain besar orang
menganut norma-norma masyarakat dalam waktu yang lama, semetara orang atau
kelompok lainya melakukan penyimpangan. Kelompok yang mengalami lebih banyak
ketegangan karena ketidakseimbangan ini (misalnya orang-orang kelas bawah)
lebih cenderung mengadaptasi penyimpangan daripada kelompok lainnya.
, “anomie adalah
suatu keadaan, dimana dalam suatu masyarakat, tidak adanya kesempatan, adanya
perbedaan struktur kesempatan untuk mencapai sebuah tujuan (cita-cita). Kedua
faktor inilah yang menyebabkan masyarakat menjadi frustasi; terjadinya konflik;
adanya ketidakpuasan sesama individu, maka semakin dekat dengan kondisi hancur-berantakan
yang tidak didasarkan kepada norma yang berlaku, inilah a-nomie
C. Pembahasan
1. Apa itu “Geng Motor” ?
Geng motor adalah suatu perkumpulan remaja yang
didasari dengan kesamaan hobby, umur dan kedekatan tertentu. Geng motor
merupakan komunitas yang informal bukan merupakan komunitas formal. Dengan
status ini geng menjadi salah satu factor melakukan tindak pidana untuk
mempertegas eksistensinya di masyarakat dan komunitas geng motor lainnya. Ciri
komunitas informal yang ada pada geng motor antara lain:
·
Hubungan antar
anggota tidak memiliki aturan.
·
Tidak memiliki aturan
dalam setiap kegiatan.
·
Lebih berbentuk pribadi
·
Tidak berbentuk
lembaga (lebih cenderung bebas)
. Perlu dibedakan antara geng motor dengan Club Motor.
Club Motor biasanya mengusung merek tertentu atau spesifikasi jenis motor
tertentu dengan perangkat organisasi formal, seperti HDC (Harley Davidson
Club), Scooter (kelompok pencinta Vespa) kelompok Honda, kelompok Suzkuki,
Tiger, Mio. Ada juga Brotherhood dikelompok pencinta motor besar tua. Tapi
kalau soal aksi jalanan, semuanya sama saja. Kebanyakan sama-sama merasa jadi
raja jalanan, tak mau didahului, apalagi disalip oleh pengendara lain. Sekarang
geng-geng motor sudah berada dalam taraf berbahaya, tak segan mereka tawuran
dan tak merasa berdosa para geng tersebut membunuh. Perbedaan mencolok dari
geng motor dan club motor adalah :
·
Kebanyakan anggota
geng motor tidak memakai perangkat safety seperti helm, sepatu dan jaket.
·
Membawa senjata tajam
yang dibuat sendiri atau udah dari pabriknya seperti samurai, badik hingga bom
Molotov
·
Biasanya hanya keluar
pada malam hari dan tidak menggunakan lampu penerang serta berisik.
·
Anggota nya lebih
banyak ke pada kaum lelaki yang didominasi remaja yang berusia SMP/SMA.
·
Motor yang mereka
gunakan bodong, gak ada spion, sein, hingga lampu utama. Yang penting buat
mereka adalah kencang dan mampu melibas orang yang lewat.
·
Visi dan misi mereka
jelas, hanya membuat kekacauan dan ingin menjadi geng terseram diantara geng
motor lainnya hingga sering terjadi tawuran diatas motor.
·
Tempat berkumpul, lebih
suka ditempat yang jauh dari kata terang. Lebih memilih tempat sepi, gelap dan
bau busuk, serta jauh dari Keramaian.
Geng motor, secara substansi merupakan perkumpulan
orang-orang. Kebebasan untuk berkumpul merupakan salah satu hak yang diakui
dalam Undang-undang dasar 1945 amandemen ke-IV, yaitu pasal 28E ayat 3, yang
menyebutkan “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat”.
Dari pasal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
sebagai warga negara Indonesia berhak untuk berserikat, membentuk perkumpulan
dan mengeluarkan pendapatnya. Setiap ada hak tentu ada kewajiban. Ada peraturan
yang membatasi prilaku dari perserikatan atau perkumpulan tersebut. Dalam KUHP
pasal 510 dan pasal 511, berbunyi sebagai berikut:
·
Pasal 510 KUHP
(1) Diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus
tujuh puluh lima rupiah, barang siapa tanpa ijin kepala polisi atau pegawai
negeri lain yang ditunjuk untuk itu:
a. Mengadakan pesta
atau keramaian untuk umum
b. Mengadakan
arak-arakan di jalan umum
(2) Jika arak-arakan diadakan untuk menyatakan
keinginan-keinginan secara menakjubkan, yang bersalah diancam dengan pidana
paling lama dua minggu atau pidana denda dua ribu dua ratus lima puluh rupiah.
·
Pasal 511 KUHP
Barang siapa di waktu
ada pesta arak-arakan dan sebagainya, tidak menaati perintah dan petunjuk yang
diadakan oleh polisi untuk mencegah kecelakaan oleh kemacetan lalu lintas di
jalan umum, diancam dengan pidana paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima
rupiah.
Walaupun semua orang
berhak untuk berkumpul (geng motor) namun hal tersebut tidak boleh bertentangan
dengan perundang-undangan yang berlaku.
2. Faktor-Faktor Penyebab Berkembangnya Geng Motor.
Terbentuknya suatu kelompok bisa disebabkan oleh
beberapa dorongan. Seseorang, sebut saja si B mengelompok dengan si A misalnya,
karena mereka secara fisik dekat. Mereka dekat karena berasal dari daerah yang
sama atau dari kelas atau sekolah yang sama (teori provinquity). Keinginan
seseorang untuk mengelompok tidak saja disebabkan karena mereka dekat secara
spasial, namun karena mereka berkelompok disebabkan memiliki kesamaan sikap
(teori keseimbangan). Selain itu, ada juga dorongan berkelompok yang lain.
Seseorang mengelompokkan diri dengan orang lainnya, karena dorongan praktis,
misalkan demi menjaga keamanan (rasa aman), bisa juga demi kebutuhan ekonomi
atau alasan sosial praktis lainnya.
Selain itu Faktor
Remaja Terlibat dalam Geng Motor Tentunya sangat banyak faktor penyebab remaja
terjerumus ke dalam kawanan geng motor. Namun, salah satu penyebab utama
mengapa remaja memilih bergabung dengan geng motor adalah kurangnya perhatian
dan kasih sayang orang tua. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh terlalu sibuknya
kedua orang tua mereka dengan pekerjaan, sehingga perhatian dan kasih sayang
kepada anaknya hanya diekspresikan dalam bentuk materi saja. Padahal materi
tidak dapat mengganti dahaga mereka akan kasih sayang dan perhatian orang tua.
Pada dasarnya
setiap orang menginginkan pengakuan, perhatian, pujian, dan kasih sayang dari
lingkungannya, khususnya dari orang tua atau keluarganya, karena secara alamiah
orang tua dan keluarga memiliki ikatan emosi yang sangat kuat. Pada saat
pengakuan, perhatian, dan kasih sayang tersebut tidak mereka dapatkan di rumah,
maka mereka akan mencarinya di tempat lain. Salah satu tempat yang paling mudah
mereka temukan untuk mendapatkan pengakuan tersebut adalah di lingkungan teman
sebayanya. Sayangnya, kegiatan-kegiatan negatif kerap menjadi pilihan anak-anak
broken home tersebut sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan eksistensinya.
Faktor lain
yang juga ikut berperan menjadi alasan mengapa remaja saat ini memilih
bergabung dengan geng motor adalah kurangnya sarana atau media bagi mereka
untuk mengaktualisasikan dirinya secara positif. Remaja pada umumnya, lebih
suka memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Namun, ajang-ajang lomba balap
yang legal sangat jarang digelar. Padahal, ajang-ajang seperti ini sangat besar
manfaatnya, selain dapat memotivasi untuk berprestasi, juga sebagai ajang
aktualisasi diri. Karena sarana aktualisasi diri yang positif ini sulit mereka
dapatkan, akhirnya mereka melampiaskannya dengan aksi ugal-ugalan di jalan umum
yang berpotensi mencelakakan dirinya dan orang lain.
Penyimpangan moral dengan adanya geng motor dikalangan
remaja usia SMA/SMP dimakassar Kebanyakan berawal dari kegemaran mereka akan
otomotif dan hobi mereka mengendarai kendaraannya dengan kecepatan tinggi.
Namun, hobi tersebut tidak dapat disalurkan dengan baik. Dikarenakan tidak
adanya fasilitas dan sarana yang menunjang untuk kegiatan tersebut, seperti
halnya sirkuit yang belum tersedia secara tepat di kawasan kota Makassar dan
sekitarnya.
Maraknya geng
motor dikalangan remaja disebabkan karena mereka merasa disegani serta ditakuti
oleh teman-teman mereka, sehingga mereka seakan-akan hebat dan dapat menguasai
apapun. Seelain itu, setiap anggota geng motor biasanya dibebani oleh sumpah
sehingga mereka kerap berbuat nekat serta anarkis.
Disamping itu peran keluarga amat dibutuhkan untuk
mengontrol tindakan para remaja ini, kurangnya perhatian merupakan salah satu
penyebab mereka melakukan penyimpangan ini karna sebagian besar remaja anggota
geng motor adalah produk hasil dari broken home.
Menurut Kartini Kartono, motif yang mendorong anak
remaja melakukan tindak kejahatan dan kedursilaan yang dalam hal ini adalah
kejahatan yang dilakukan geng motor di antaranya:
·
Untuk memuaskan
kecenderungan keserakahan
·
Meningkatkan
agresivitas dan dorongan seksual
·
Salah asuh dan salah
didik orangtua, sehingga anak menjadi manja dan lemah mentalnya
·
Hastrat unutk
berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya, dan kesukaan unutk meniru-niru.
·
Kecenderungan
pembawaan yang patologis atau tidak normal
·
Konflik batin
sendiri, dan kemudian mengunakan mekanisme pelarian diri serta pembelaan diri
yang irrasional.
3. Pendekatan Teori Sosiologi Hukum Tentang Geng Motor
a. Teori kontrol sosial
Menyatakan bahwa pengertian teori kontrol sosial atau
control theory merujuk kepada pembahasan delikuensi dan kejahatan yang
dikaitkan dengan variabel-variabel yang bersifat sosiologis, antara lain
struktur keluarga, pendidikan, dan kelompok yang dominan.
Dengan demikian, pendekatan teori kontrol sosial ini
berbeda dengan teori kontrol lainnya. Pemunculan teori kontrol sosial ini
diakibatkan tiga ragam perkembangan kriminologi. Ketiga ragam perkembangan yang
dimaksud yaitu: pertama, adanya reaksi terhadap orientasi labelling dan konflik
dan kembali kepada penyelidikan tentang tingkah laku kriminal. Kriminologi
konserfatif ( sebagaimana teori ini berpijak) kurang mnyukai kriminologi baru
atau new criminology dan hendak kembali kepada subjek semula, yaitu: penjahat.
Kedua, munculnya studi tentang criminal justice sebagai suatu ilmu baru yang telah
membawa pengaruh terhadap kriminologi menjadi lebih pragmatis dan beroreintasi
pada sistem. Ketiga, teori kontrol sosial telah dikaitkan dengan suatu teknik
riset baru khususnya bagi tingkah laku anak/remaja, yakni self report survey.
Pendapat Reiss, bahwa ada tiga komponen dari kontrol
sosial dalam menjelaskan kenakalan anak/remaja diantaranya yaitu:
·
kurangnya kontrol
internal yang wajar selama masa anak-anak
·
hilangnya kontrol
tersebut
·
tidak adanya
norma-norma sosial atau konflik dimaksud (di sekolah, orang tua, atau
lingkungan dekat)
b. Teori Anomie
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya teori anomie
adalah suatu keadaan, dimana dalam suatu masyarakat, tidak adanya kesempatan,
adanya perbedaan struktur kesempatan untuk mencapai sebuah tujuan (cita-cita).
Kedua faktor inilah yang menyebabkan masyarakat menjadi frustasi; terjadinya
konflik; adanya ketidakpuasan sesama individu, maka semakin dekat dengan
kondisi hancur-berantakan yang tidak didasarkan kepada norma yang berlaku.
Dalam pandangan saya, yang menjadi titik penting dari
teori ini adalah tidak adanya kesempatan dan perbedaan struktur kesempatan
untuk mencapai sebuah tujuan (cita-cita). Sebagai orang yang juga pernah
mengalami masa-masa SMP dan SMA, penulis juga merasakan bahwa adanya tekanan untuk
menjadi tenar dikalangan anak-anak lainnya. Keadaan yang menghendaki diri kita
dihargai oleh orang lain dan dianggap berarti dan penting.
Banyak cara yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan
tersebut. Diantara banyak cara tersebut adalah cara-cara yang ditempuh oleh
anggota geng motor tersebut. Mereka menganggap dengan menjadi anggota geng
motor, mereka ingin menambah teman, ingin merasa aman, ingin disebut gaul, dan
mudah mendapatkan perempuan.
Dengan pendekatan Teori anomie ini, kita dapat tahu
bahwa cara-cara untuk mencapai tujuan dari anggota geng motor tersebut, adalah
cara-cara yang tidak tepat.
c. Teori Labelling
Teori labelling disini berperan setelah munculnya
cap/label pada geng motor itu sendiri. Hal ini juga berdampak pada klub-klub
motor lainnya yang ada di kota Makassar. Susahnya mengidentifikasi mana geng
motor yang meresahkan warga dan mana yang tidak, seringkali membuat warga sudah
berprasangka tidak baik lebih dulu, walhasil seringkali kumpul-kumpul geng
motor selalu dianggap sesuatu yang bisa mengancam.
Cap/label juga sampai kepada klub-klub motor yang baru
akan dibentuk. Pada umumnya klub motor-klub motor tersebut terdaftar di
kepolisian (dalam arti medapat izin dari pihak kepolisian).
4. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi Geng Motor
Untuk menangani juvenile delinquency dalam hal ini
Geng Motor dalam persepektif sosiologi hukum, diperlukan partisipasi dari semua
komponen masyarakat yang ada mulai dari lingkungan rumah, lingkungan
bertetangga, lingkungan sekolah, pemerintah bahkan aparat kepolisian.
Dalam menangani Geng Motor pihak kepolisian telah
menempuh jalan yang preventif antara lain:
·
Mengadakan operasi
terhadap kendaraan bermotor setiap malam minggu di daerah-daerah yang dianggap
rawan kejahatan geng motor.
·
Melakukan patroli
setiap malam.
·
Memberikan penyuluhan
terhadap anank-anak sekolah dengan mengirimkan perwakilan dari pihak kepolisian
untuk menjadi pembina upacara di sekolah yang ada di Makassar.
Upaya represif yaitu dengan melakukan penindakan
terhadap anggota geng motor yang melakukan tindak pidana, baik itu tindak
pidana dalam bentuk kejahatan maupun tindak pidana dalam bentuk pelanggaran
berat.
Selain itu masyarakat, pemerintah dan pihak kepolisian
Makassar bersama-sama mengambil langkah penolakan terhadap Geng Motor. Hal ini
dapat dilihat dengan spanduk dan baliho yang bertuliskan larangan juga cercaan
terhadap Geng Motor di sejumlah daerah perumahan padat penduduk di Makassar.
D. Penutup
I.
Kesimpulan
1. Geng motor merupakan kelompok sosial yang memiliki
dasar tujuan yang sama atau asosiasi yang dapat disebut suatu komunitas tapi
hubungan negatif dengan komunitas yang tidak teratur dan cenderung melakukan
tindakan anarkis
2. Menurut Allender (1998), salah satu fungsi keluarga
yaitu fungsi socialization (sosialisasi) yang bertujuan untuk mengenalkan
kultur (nilai dan perilaku) serta sebagai peraturan/pedoman hubungan internal
dan eksternal. Orang tua bertanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai agama
dan norma sosial agar sang anak berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang
ada.
3. Guru, orangtua siswa, masyarakat dan pemerintah harus
bergandeng tangan untuk menyediakan fasilitas sebagai tempat penyaluran energi
remaja yang tengah tumbuh kembang. Selain menyediakan fasilitas bagi remaja
untuk menyalurkan energinya ke arah positif, yang harus dilakukan adalah
pendidikan karakter. Orangtua pun harus terus memantau ataupun mengawasi semua
kegiatan anaknya. Dengan ikut berperannya orangtua diharapkan dapat mencegah
anak-anak tersebut bergabung kedalam kelompok geng motor yang kini telah
membuat keresahan didalam masyarakat.
4. Jika dikaitkan dengan teori-teori hukum, maka geng
motor, dapat dijelaskan dengan teori kontrol sosial, teori anomie dan teori
labelling.
II.
Saran
1. Para pelaku kejahatan yang berhimpun dalam Geng
tersebut, harus ditindak sesuai hukum. Sedangkan bagi anggota yang tidak
terlibat pelanggaran hukum, perlu segera disadarkan dan ditangani secara
persuasif.
2. Diperlukan semua pihak yang terkait dengan kehidupan
umat beragama, untuk benar-benar memahami betapa pentingnya ajaran agama dan
peningkatan amaliahnya.
3. Proses penyadaran aggota geng motor harus dilakukan
dengan bimbingan konseling yang mendalam dari ahlinya masing-masing.
1 comments:
referensi kak